Wah tentunya sudah tidak asing ya
dengan kedua kata itu? “katanya” dan “in sya allah”.. tapi, sadarkah kita,
belakangan ini kedua kata itu kehilangan “reputasi”, sudah tidak menggambarkan
realita yang sesunguhnya..
Pertama : “katanya”. Pasti kita
sudah sangat familiar dengan hal itu. Tapi sepertinya kata itu mulai tidak
menggambarkan hal yang sebenarnya. Contoh : Bro, beasiswa turun tanggal 15, eh
ditunggu sampe tanggal 30 belum keluar,.. ada lagi “bro, ternyata tanggal 10
bulan depan, eh sampe akhir bulan depan juga belum datang.. giliran ditanya
kata siapa? Kata pak ini, kata ketua itu, kata si anu.. -_-
. Ada apa ini? Rasanya saya dipaksa untuk mulai tidak mempercayai kata-kata orang
lain.. Entah karena sudah sedemikian parahnya tingkat kejujuran kita, atau
karena apa.. Lalu, siapa yang dirugikan?
Kedua: “In sya allah” wah ini juga
kata yang umum dan akrab di telinga kita. Namun, kata-kata ini tidak bisa
menjadi acuan jawaban seseorang, kata in sya allah seolah hanya menjadi
pelarian orang yang sebenarnya tidak berniat melakukan hal itu. Padahal jika
kita dalami maknanya “Semoga allah mengizinkan”.. lalu kalau kasusnya seperti
ini : “Bro, tar sore ada liqo’ di mushala
kita,, datang ya | In sya allah bro.. *sampe bubar kaga dateng2… -_- lalu apakah allah tidak mengizinkan hal baik
itu? Barangkali itu hanya alibi untuk menghindari beratnya janji ketika berkata
“ya”.
Sepele sih, tapi kalo keterusan ya
bisa fatal juga, kasian.. mari sama2
kita lebih berhati-hati dengan perkataan,. Semua itu dimulai dari diri sendiri.
AKU HEBAT, BANGSAKU HEBAT!
Rizki Kurniawan, (C) S.Ikom
Ingin komunikasi langsung? Invite 26B0AD55
atau follow @KurniawanRizkiK
jazakillaah khoir atas informasi ini, saya akan lebih berhati-hati ketika berbicara.
BalasHapus