Sudah pernah naik pesawat? 
Kalau saya, jujur belum.. tapi sudah bolak-balik anter orang ke bandara. Mulai dari temen, pejabat, motivator sampai pengusaha terkenal.


Buset.. di era moderen seperti ini kok belum pernah naik pesawat lho? Katrok banget.. haha


Enggak sih, mungkin bagi sebagian orang akan memandang seperti itu. Tapi toh nyatanya saya juga biasa saja. Toh memang selama ini belum ada alasan kuat yang membuat saya harus naik pesawat. Bukan ga pingin, tapi belum ada alasan yang mengharuskan. Rute bisnis saya masih seputaran ke bandung-jakarta-palembang. Itupun masih bisa ditempuh melalui jalur darat. Dan tiap bepergian tidak dalam kondisi yang terburu-buru. Lantas kenapa harus naik pesawat? Toh yang keluar juga uang pribadi, bukan perjalanan dinas ataupun sudah ada yang menyiapkan anggarannya.


Untuk ke Jakarta, bandung ataupun Palembang itu masih belum terlalu jauh lah dijangkau dengan kendaraan darat. Justru terlalu cepat kalau naik pesawat. Takutnya saya belum sempat ngantuk eh sudah sampai.. hehe


Ya tapi memang mau ngapain naik pesawat? Saya delegasi lomba ga pernah, peserta student exchange juga belum, peserta jambore atau lainnya juga bukan, punya saudara yang jauh sampai harus naik pesawat juga tidak. Ya santai aja…


Dulu sempet sih ada pemikiran untuk “iseng” nyobain naik pesawat dari lampung ke Jakarta terus pulang lagi. Benar-benar hanya untuk iseng. Tapi setelah dipikir-pikir lagi untuk apa? Supaya bisa cerita ke orang kalau sudah pernah naik pesawat? Halaaah ga penting! Akhirnya saya gunakan uang saya untuk keperluan lain yang memang saya butuhkan.


Guys, Terkadang kita terlalu menuruti keinginan kita ketimbang kebutuhan. Kita juga kadang belum bisa membedakan mana yang biaya hidup mana yang gaya hidup. Mengejar keinginan tidak akan pernah ada habisnya, sedangkan mengejar kebutuhan akan membuat kita selalu merasa cukup. Merasa cukup disini bukan berarti kita tidak punya ambisi untuk berkembang lhoo ya, tapi menggunakan karunia Allah sesuai kebutuhan kita, selebihnya gunakan untuk hal lain yang lebih bermanfaat.


Menuruti kata orang tidak akan membuat kita merasa tenang, karena lain kepala tentu lain penilaian, dengarlah kata-kata orang sewajarnya saja. Dirimu yang lebih paham apa yang kau butuhkan. Kalau sudah begitu, tenanglah hidupmu.



Mulai sekarang, mari bedakan mana yang biaya hidup dan mana yang gaya hidup. Alokasikan apa yang kita miliki untuk mencukup kebutuhan hidup. Utamakan kegunaan bagi kita ketimbang kesan “wah” bagi orang lain. Toh setelah kita dipuji juga biasanya ujung-ujungnya sombong dan ketagihan ingin selalu dipuji. Bahaya tuh…


Perkara naik pesawat untuk saya saat ini masih menjadi gaya hidup, bukan kebutuhan, jadi masih bisa saya tunda sampai itu menjadi kebutuhan. Bukan tidak mungkin kedepannya saya harus bolak-balik ke luar kota setiap hari yang tidak bisa lagi ditempuh dengan kendaraan darat tho? Kalaupun itu menjadi kebutuhan bagi Anda saat ini, ya silahkan saja. Hati-hati dijalan…



Semoga menginspirasi

Rizki Kurniawan

2 komentar:

  1. :) wah, tergantung kondisi ya memang benar bisa di bilang gitu. tapi itukan dari segi rizki. bagaimana yang ekonomi cukup tinggi dan jam terbang bisnisnya juga tinggi. naik peswat jadi hal yang penting. yuk kita jadikan diri kita yg berjam terbang tinggi dan berdaya saing

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terimakasih mas Ali. memang sejak awal saya tuliskan ini diambil dari sudut pandang saya saat ini. inti pesan yang saya sampaikan adalah cerdas membedakan mana yang kebutuhan mana yang gaya hidup, dan jelas untuk hal itu tiap orang memiliki acuan dan standar yang berbeda. :)

      Hapus